Jumlah Yang Mampir........

Selasa, 05 Agustus 2008

Menikah Sekarang ?


Setiap kita, bermimpi memasuki gerbang pernikahan dengan segala ke-wah-an yang ada didalamnya. Ada orang berpretensi bahwa menikah adalah masa yang sulit untuk dicetuskan, terutama menjelang memasukinya. Embel-embel predikat; pekerjaan, kematangan, dan lain-lain yang nota bene destruktif sifatnya bagi niat baik ini, sebenarnya hanyalah sebuah apologi atas kepengecutan dan ketidaksehatan cara berfikir.

Menikah adalah kewajiban dan hak, maka sebagai otoritas individu yang normal, menikah semestinya dimasuki tanpa harus pusing tujuh keliling. Mengapa harus pusing? Ini mungkin pertanyaan yang mengarah pada persepsi pragmatis. Tetapi, sebenarnya saya berpandangan bahwa menikah adalah sebuah jalan menuju pada ketenangan hidup. Lalu apa saja yang diperlukan untuk memasukinya ?

Persepsi positif, terhadap pasangan yang hendak dijadikan kawan sepanjang masa harus diaja untuk meletakkan persepsi pernikahan sebagaimana yang sanggup untuk difahami. Perbedaan yang tidak perlu diperbesar dalam hal ini, sebaiknya dihindari.

Salaing mengenal, faktor ini bukan membicarakan egisme yang kadang jadi kambing hitam perbedaan dan kisruh hubungan. Tetapi yang dimaksud adalah mengenal secara mendasar kemampuan pasangan dalam melihat hubungan yang hendak dibangun. Ini menyangkut wawasan. Karena, tidak semua kita berpikir sama maka mau tidak mau, apapun kualitas berpikir pasangan harus diterima.

Saling pengertian, ini faktor yang sangat umum dibicarakan. Pengertian yang bagaimana? Pengertian disini adalah no body perfect.

Kualitas keagamaan, kebanykan orang menjadi emoh memikirkan ini. Padahal dengan agama yang baik atau paling tidak ada keinginan kuat untuk berpegang pada agama, maka setiap kendala pernikahan yang akan dihadapi baik sebelum dan sesudahnya, mudah-mudagan tidak terombang-ambing dalam ketidakpastian arah.

Santai, karena menikah adalah wujud jodoh, maka esensi rejeki, ajal dan jodoh adalah urusan Yang Maha Kuasa. maka hendaknya kedua calon tidak perlu risau tentang apa yang akan terjadi nanti.

Yang terakhir adalah usaha, karena manusia sekalipun dalam aturan Allah, wewenang dan otoritas usaha tetap diberkan kepadanya. Usaha disini yang dimaksud adalah dudukan perkara meniah itu pada tempat yang semestinya, bahwa menikah adalah jalan menuju kebahagian karena berkesempatan menjadi salah satu penyebar siar dimuka bumi.

Dalam persepsi inilah setidaknya pernikahan yang dihadapi semoga tidak menjadi ajang malapetaka kemanusiaan seperti misalnya mundur atau gagalnya pernikahan hanyalah karena alasan insidentil seperti pekerjaan, rejeki dan lain-lain yang suatu saat mungkin menjdai berbeda dari sekarang.

Tidak ada komentar: